Sabtu, 26 Oktober 2013

Wujudkan Cita-Cita Indonesia dengan Memaknai Sumpah Pemuda

Masih ingatkah kalian dengan teks yang satu ini:

“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”

Pasti banyak sekali ekspresi orang diluar sana saat membaca atau saat mendengar teks ini. Ada yang lupa-lupa ingat, ada yang merasa begitu akrab dipendengarannya  tapi tidak tahu apa sebenarnya teks tersebut, ada juga yang sudah mengenal teks tersebut dengan baik, bahkan ada juga yang sama sekali tidak mengenali teks tersebut. Sebagai generasi muda yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini seharusnya kita sudah mengenali dan bisa memaknainya dengan baik.

Teks tersebut dihasilkan dari sebuah kongres yang dinamakan Kongres Pemuda II, yang diadakan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jalan Kramat Raya No 106 sebuah rumah pondokan milik seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong. Ide penyelenggaraan Kongres ini berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang diketuai oleh Sugondo Djojopuspito.  Dihadiri oleh para peserta  yang berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda tiap daerah dari golongan yang berbeda-beda yang ada pada saat itu. Sebelum kongres ditutup atas saran dari Sugondo, untuk pertama kalinya juga lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman dimainkan dengan biola tanpa syair.

Teks diatas merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Para pemuda pada saat itu membulatkan tekad untuk mengangkat harkat dan martabat hidup seluruh rakyat  Indonesia. Tekad inilah yang menjadi dorongan perjuangan rakyat Indonesia hingga 17 tahun kemudian lebih tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dan terlepas dari jajahan kaum kolonialis.

Mengaku bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan menjujung bahasa persatuan (Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa). Sudah jelas bahwa teks tersebut memuat nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang ditunjukan oleh para pemuda 85 tahun lalu. Sangat berbeda dengan kenyataan para pemuda jaman sekarang yang selalu diwarnai dengan tawuran dan demo yang terjadi tidak hanya di kota-kota besar saja. Ironisnya para pelakunya kebanyakan adalah para pelajar dan mahasiswa tetapi tidak jarang juga masyarakat lainnya. Tidak hanya itu, dengan danya pengaruh globalisasi pun menyebabkan pudarnya rasa cinta kita terhadap tanah air ini. Sebagai pemuda dan pemudi Indonesia yang  notabenenya merupakan pemimpin dimasa yang akan datang, seharusnya kita bisa saling menjaga persatuan dan kesatuan Negara ini sesuai dengan makna yang terkandung pada teks diatas yaitu teks “Sumpah Pemuda”.


Sebagai “Generasi Muda” marilah kita memaknai peringatan Hari Sumpah Pemuda ini dengan saling menjaga persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, terus memupuk dan menumbuhkan cinta terhadap tanah air sendiri, dan terwujudnya satu rasa tanggung jawab diantara kita semua demi terwujudnya Indonesia yang bersatu untuk mencapai cita-cita menjadi Indonesia yang makmur dan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.